Anak Anda Menjadi Pelaku Bullying? Jangan Langsung Marah. Ini 5 Strateginya
Tahun ajaran 2017 ini diawali dengan beberapa kasus bullying. Yang mencemaskan, pelakunya berasal dari berbagai usia, mulai murid sekolah hingga mahasiswa sebuah perguruan tinggi. Tentu saja hal ini membuat orang tua yang cemas bahwa anak mereka rentan menjadi korban. Namun, bagaimana bila anak justru adalah pelaku bullying?
Membayangkan kemungkinan anak menjadi korban bullying sudah cukup membuat orang tua khawatir. Namun, bila anak justru adalah pelaku, pasti ada rasa kecewa akibat perilaku anak yang justru mengancam keselamatan anak-anak lain.
Meski ada rasa kecewa, sebaiknya Anda jangan langsung marah. Ini dia lima (5) strategi untuk mengatasi masalah ini:
Dengarkan dulu cerita anak.
Apa pun masalahnya, buatlah anak tetap merasa dihargai dengan mau mendengarkan ceritanya. Tanyakan kronologis kejadiannya, lalu alasan anak berbuat demikian. Bisa jadi, sebelumnya anak Anda ternyata korban bullying yang akhirnya memutuskan untuk membalas dendam.
Bandingkan cerita anak dengan cerita-cerita dari berbagai pihak lain yang terlibat.
Bagaimana bila anak menjadi pelaku bullying karena pengaruh buruk lain? Misalnya: karena takut kena marah, anak lantas berbohong pada Anda. Setelah membandingkan ceritanya dengan cerita-cerita dari berbagai pihak lain, ternyata anak Anda-lah yang bersalah.
Bisa jadi, anak terlibat dengan pergaulan yang kurang baik. Misalnya: berteman dengan anak-anak lain yang mengajaknya merundung anak-anak lain. Karena ingin dianggap keren, akhirnya anak terpengaruh dan mulai ikut berperilaku buruk.
Mencari solusi yang tepat.
Setelah membandingkan cerita dan melihat bukti-bukti yang lebih memberatkan anak, saatnya Anda bertindak. Bila anak adalah korban bullying, jangan langsung mengeluarkannya dari sekolah. Ini sama saja dengan mengajari anak untuk menghindari masalah. Justru, ini saatnya Anda mendidik agar anak lebih kuat, tegar, dan berani menghadapi masalah.
Namun, sebaiknya jangan sampai anak membalas perilaku bullying dengan ikut menggunakan kekerasan seperti pelaku bullying. Misalnya: ajarkan anak untuk berani tegas menolak tantangan berkelahi dan hanya menggunakan kekerasan bila sudah terpaksa—atas nama membela diri. Bahkan, pastikan agar anak berani bersosialisasi dengan teman-teman yang mendukungnya agar lebih berani dan percaya diri.
Bila anak pelaku bullying, tanyakan alasan dari perbuatannya. Bila hanya ingin terlihat keren dan dianggap jagoan oleh teman-temannya, ajaklah untuk mulai berempati pada korban. Ajak anak untuk membayangkan: “Bagaimana kalau kamu yang disakiti? Apa kamu mau?” Bila jawabannya tidak, masih ada harapan untuk mengajak anak agar berhenti menyakiti sesama teman sekolahnya.
Bekerja sama dengan para orang tua, termasuk yang mempunyai anak pelaku bullying.
Sebaiknya jangan langsung juga melarang anak untuk bergaul dengan teman-teman pilihannya. Justru inilah saatnya Anda mulai bekerja sama dengan para orang tua, termasuk yang mempunyai anak pelaku bullying. Tentu saja, Anda tidak bisa memaksa bila orang tua lain merasa tidak ada yang salah dengan perilaku anaknya. Namun, jangan berkecil hati, masih ada pihak sekolah yang diharapkan dapat memberi solusi terbaik.
Dukunglah anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai minat dan dapat mengembangkan bakat mereka.
Ini mungkin trik lama, namun sebenarnya masih ampuh. Misalnya: anak sangat suka berolahraga atau bermain musik. Tanpa harus merampas waktu bermain dan istirahat mereka, ajak anak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang sesuai dengan minat dan dapat mengembangkan bakat mereka.
Bila anak terfokus untuk mencapai impian mereka, seperti menjadi atlet atau musisi, mereka tidak akan punya waktu untuk menjadi pelaku bullying. Bahkan, mereka juga lebih percaya diri.
Nah, itulah kelima (5) strategi untuk mengatasi anak yang menjadi pelaku bullying. Semoga tidak sampai terjadi lagi, ya.
How useful was this post?
Click on a star to rate it!
Average rating 0 / 5. Vote count: 0
No votes so far! Be the first to rate this post.
Be the first to write a comment.