7 Dampak dari Pernikahan Usia Dini bagi Anak
Belakangan, banyak kasus yang melibatkan pernikahan anak di bawah umur. Bahkan, yang sempat menjadi viral adalah pernikahan dua remaja SMP yang dilandasi alasan tidak ingin tinggal sendiri di rumah. Pernikahan usia dini saat ini tidak hanya dilakukan oleh warga yang tinggal di pedesaan, tapi juga di perkotaan.
Lepas dari perizinan yang didapat dari orang tua, pernikahan usia dini memiliki dampak yang buruk bagi wanita dan laki-laki yang menjalankan. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Dapat menimbulkan depresi berat
Tekanan yang harus dihadapi ketika berumah tangga dapat menimbulkan depresi berat pada pelaku pernikahan anak di bawah umur. Depresi yang terjadi dapat beragam. Bagi orang berkepribadian introvert, maka menyendiri, menjauh dari lingkungan, memendam sendiri masalah menjadi pilihan ketika depresi terjadi. Berbeda dengan orang yang cenderung ekstrovert. Mereka akan membicarakan masalah yang dihadapi dan mencoba mencari pelampiasan untuk meredakan kekesalan yang terpendam. Akibatnya, tidak hanya diri mereka yang tersakiti, tapi juga orang lain.
Perceraian terjadi karena pemikiran yang belum matang
Pola pikir yang belum matang dalam menyelesaikan masalah, dapat berujung pada pertengkaran berulang. Akibatnya, perceraian tidak dapat dielakkan. Hal ini membuat angka perceraian rumah tangga di Indonesia pun semakin meningkat. Bahkan, tidak jarang orang tua masih banyak ikut campur ketika anak mereka yang menikah di usia dini mengalami masalah dalam rumah tangga, yang berdampak buruk bagi kelangsungan pernikahan si anak.
Pendidikan menjadi terhambat
Ketergesaan menuruti hawa nafsu untuk memiliki pasangan halal justru bisa menjadi bumerang bagi pelaku pernikahan usia dini. Pasalnya, pendidikan mereka dapat terhambat. Masa depan mereka kehilangan cahaya. Terutama untuk laki-laki yang harus memikirkan cara untuk mencari nafkah dan menanggung anak serta istrinya. Alhasil, pendidikan pun terabaikan sebab keinginan untuk belajar sudah tidak ada lagi.
Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga
Emosi yang masih labil, membuat anak di bawah usia 17 tahun mudah marah dan berusaha mencari pelampiasan dengan melakukan kekerasan terhadap anak maupun istri. Tidak jarang, barang-barang di rumah habis terbanting ketika emosi tengah menguasai. Maka, bisa dikatakan pernikahan untuk anak di bawah dapat menjadi pemicu terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Lantaran emosi mereka belum stabil dan masih mudah goyah. Belum ada pegangan kuat yang dapat mengendalikan amarah ketika tengah menguasai.
Kesulitan ekonomi dapat membuat anak terlantar
Sebagian besar alasan pernikahan anak di bawah umur dilandasi permasalahan ekonomi. Orang tua berpikir jika satu anak mereka lepas dan menjadi tanggung jawab suaminya, maka beban orang tua sedikit terangkat.
Namun, hal itu justru menjadi beban baru bagi suaminya dan kehidupan pernikahan anak mereka. Akibatnya, anak-anak menjadi terlantar dan kurang kasih sayang serta perhatian. Sebab, orang tuanya sibuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga yang terus meningkat setiap harinya.
Muncul pekerja di bawah umur
Menanggung beban istri di usia remaja, menjadikan kaum lelaki yang menikah di bawah usia 18 tahun harus pontang-panting mencari pekerjaan yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga. Akibatnya, semakin banyak muncul pekerja anak yang masih di bawah umur.
Dapat menyebabkan penyakit HIV
Masa pubertas yang penuh keingintahuan dan rasa penasaran menjadikan pelaku pernikahan di bawah umur tentu ingin mencoba hal-hal baru. Namun, keinginan itu tidak didasari pengetahuan dan komunikasi yang tepat. Akibatnya, dapat menimbulkan penyakit HIV yang muncul karena aktivitas seksual yang dilakukan.
Tujuh dampak negatif dari pernikahan usia dini bagi anak tersebut dapat menjadi pegangan untuk tidak lagi mengizinkan anak menikah di usia muda.
Devil
7 October 2020 at 09:13
Suicide
Dos
21 February 2020 at 09:50
Solusi bagi setiap tujuh ini apa ya