Siapakah Generasi Z? Generasi Z adalah sebutan bagi orang-orang yang lahir pada tahun 1995 hingga 2010. Menurut sejumlah penelitian, generasi Z ini merupakan generasi yang paling rentan memiliki masalah kesehatan mental. Seperti yang kita ketahui, isu kesehatan mental ini melibatkan stress berlebihan yang memicu depresi. Bahkan semenjak pandemi terjadi, lembaga psikologi dan konseling menghadapi banyak pasien gen Z dibandingkan generasi lainnya seperti milenial dan boomer.
Penyebab generasi Z mudah mengalami masalah kesehatan mental
Via Pixabay
Pada dasarnya, masalah kesehatan mental yang kerap dialami gen Z adalah gangguan kecemasan dan depresi. Penyebabnya ada banyak. Namun yang paling sering ditemukan adalah:
- Kekerasan
- Pelecehan
- Kondisi keuangan yang tidak stabil
- Politik
- Media sosial
Perkembangan teknologi dan media digital seperti platform media sosial membuat banyak orang kecanduan, termasuk generasi Z. Mereka jadi mudah tertekan karena melihat kesuksesan orang lain di saat dirinya menjalani hidup yang biasa-biasa saja. Mereka juga lebih mudah merasa terisolasi karena semua komunikasi dilakukan secara online.
Media sosial juga menjadi tempat berkembangnya hoaks dan berita-berita yang mengerikan. Sayangnya tidak semua pengguna media sosial bersikap bijak menghadapinya. Hal tersebut malah dapat memicu kecemasan dan ketakutan berlebih.
Pandemi Covid-19 memperparah kondisi mental generasi Z
Via Pixabay
Munculnya pandemi di tahun 2020 membuat mental generasi Z semakin terkoyak. Banyak perusahaan yang memutuskan kontrak kerja sepihak, ada yang terpaksa gulung tikar usahanya, beberapa kehilangan anggota keluarga dan sahabat, serta semua masyarakat tidak bisa beraktivitas normal lagi.
Gen Z yang baru lulus kuliah terpaksa menganggur dalam waktu lama dan mencari loker di luar bidangnya.
Lama kemudian, keadaan berangsur membaik namun banyak perusahaan yang menerapkan WFH (Work From Home) dan mengandalkan jaringan komunikasi digital. Komunikasi seperti ini terdengar praktis. Tapi kenyataannya rapat online dan jam kerja tidak dapat dikontrol. Beberapa merasa tertekan karena harus tetap rapat di malam hari.
Komunikasi digital atau online ini pun memicu masalah baru di mana kemampuan orang untuk bersosialiasi semakin berkurang karena tidak bisa bertemu secara langsung.
Cara mengurangi permasalahan kesehatan mental
Via Pixabay
Untungnya, saat ini sudah ada banyak orang yang peka terhadap kesehatan mental. Ketika pikiran sudah terlalu stress, mereka akan sadar kalau dirinya butuh bantuan baik dari diri sendiri ataupun profesional.
Sebagai langkah awal, kita harus pandai mengelola stress dan emosi. Caranya bermacam-macam. Misalnya dengan melakukan aktivitas fisik secara rutin. Kemudian jaga pola makan dan tidur yang baik. Lalu menjauhi pikiran dan omongan negatif, bila perlu kurangi pemakaian media sosial.
Kamu juga bisa bermeditasi ringan yang mudah dilakukan oleh siapa saja. Meditasi yang paling sering disarankan adalah olah pernafasan 4-7-8 dan mindfulness. Olah pernafasan 4-7-8 berarti menghirup nafas selama 4 detik, lalu tahan selama 7 detik, dan buang perlahan selama 8 detik.
Sedangkan mindfulness berarti menyadari keadaan yang ada di sekitar pada saat ini sehingga kita tidak perlu mengingat masa lalu dan mencemaskan masa depan. Mindfulness ini bisa dilakukan dengan cara menyebutkan 5 warna yang terlihat, 5 sumber suara, atau merasakan permukaan kasur yang menyentuh kulit tubuh dan masih banyak lagi.
Jika ada masalah, sebaiknya tidak memendamnya sendirian karena hanya akan memperparah kesehatan mental. Berceritalah pada teman atau anggota keluarga yang terpercaya. Apabila kamu ragu, coba tuliskan permasalahanmu pada buku seakan sedang bercerita dan simpan buku tersebut baik-baik.
Apabila kamu mengalami kesulitan untuk mengatasi permasalahan kesehatan mental, segera hubungi profesional baik itu psikolog atau psikiater.